Saadillah Mursjid
Drs. Saadillah Mursyid ranak di Barabai, Kalimantan Selatan, 7 Siptimbir 1937. Saadillah Mursyid suah manjabat Mantari Anum/Sikrataris Kabinit Indunisia di Kabinit Pambangunan V, Mri Sekretaris Kabinet pada Kabinet Pembangunan VI, dan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Sebelum jadi menteri, lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), "The Nederlands Economic Institute", Rotterdam, dan Universitas Harvard suah begawi di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada tahun 1992, dapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana. Tahun 2003-2005, inya jadi "General Manager" Taman Mini Indonesia Indah. Selain itu, beliau suah manjabat jadi Direktur Utama PT. Dua Satu Tiga Puluh dan Komisaris Utama PT. Hanurata. Mudah-mudahan saya terhindar dari orang-orang yang semasa Pak Harto memegang jabatan presiden selalu mendekat-dekat, menjilat, dan mencari muka. Pas Pak Harto kada jadi prisidin, buhan nangitu jua nang mahujat, mencaci, manimbai kasalahan ke Pak Harto." Pernyataan itu diucapkan Sa’adillah Mursyid ketika hari-hari Soeharto dipenuhi hujatan dan cacian para musuhnya. Pria kelahiran Kalimantan Selatan, 7 September 1937, ini memang dikenal loyal dalam berteman. Maka, ia tak meninggalkan Soeharto, meski kekuasaan tak lagi dalam genggaman pendiri Orde Baru itu. Ia tetap setia berkunjung ke Cendana. Tetapi Saadillah tak memiliki waktu lebih banyak menunjukkan kesetiaannya. Mantan Menteri Sekretaris Negara ini meninggal dunia pada 28 Juli 2005 akibat stroke. Pada saat itu Soeharto menyempatkan diri melayat ke rumah duka. Dia merasa wajib memberi penghormatan terakhir pada mantan anak buahnya yang setia itu. Meniti karier di jaringan birokrasi sebagai kurir kantor Sekretariat Negara di awal pemerintahan Orde Baru, Saadillah ayungannya mengisi pos terpenting di sana. Selanjutnya ia seperti ditakdirkan berada di samping Soeharto pada masa-masa sulitnya. Saadillah yang menulis konsep pengunduran diri Soeharto. Ia juga yang terus melaporkan detik-detik perkembangan genting pada Mei 1998 itu. Ketika Soeharto sakit keras pada 1999, ia setia membesuknya